Ketua MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar |
AnalisaKini.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat telah menggeluarkan bayan atau penjelasan terkait pelaksanaan salat Idul Fitri dalam situasi pandemi Covid-19.
Ketua MUI Provinsi Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar, mengatakan, penyelenggaraan ldul Fitri 1441 H di Sumatera Barat tetap tidak keluar dari ketentuan-ketentuan Maklumat MUI Sumbar Nomor: 007/MUI-SB/IV/2020.
Ia menyebutkan ketentuan-ketentuan yang dimaksud ialah udzur syari untuk tidak melakukan ibadah sholat berjamaah baik di lapangan, maupun di masjid, masih tetap ada karena mengingat perkembangan penularan Covid-19 di Sumatera Barat.
Bagi daerah-daerah yang tidak terdapat anggota masyarakat positif tertular Covid-19 atau telah menunjukkan terkendalinya penularan wabah Covid-19, maka salat ldul Fitri bisa ditunaikan selama ada jaminan dan pengawasan dari pemerintah setempat, yang memberikan fasilitas kepada umat untuk menunaikan ibadah, sehingga tidak menghantarkan diri mereka ke dalam kebinasaan.
Menurutnya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah SWT QS.Al-Baqarah 2:195 yang menjelaskan dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.
Ketentuan lainnya, apabila tidak ada jaminan tersebut, maka MUI Sumatera Barat tidak merekomendasikanpenyelenggaraan salat ldul Fitri 1441 H secara berjamaah di lapangan maupun di masjid.
"Jadi saya berharap betul perhatikan segala ketentuan itu, agar masyarakat benar-benar aman dari kemungkinan penularan Covid-19," katanya.
Untuk itu, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi kaum muslimin untuk menjalankanibadah yang menjadi syi'ar agama Islam, dan harus berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi umat dari penularan wabah Covid-19, pada daerah-daerah yang terkendal dengan bersama-sama menggerakkan masyarakat untuk melakukan karantina terhadap wilayah mereka.
"Kewajiban ini adalah amanah dari Allah SWT dan Konstitusi Negara Republik Indonesia," tegasnya.
Gusrizal menyatakan dengan demikian kepada umat lslam di Sumatera Barat dapat disampaikan bahwa dalam pelaksanaan ibadah berjamaah yang berpotensi untuk mengumpulkan orang banyak, termasuk untuk pelaksanaan salat ldul Fitri, agar memperhatikan sejumlah syarat.
Seperti halnya melalui Maklumat Nomor: 001/MUL-SBV/2020, syarat yang dimaksud itu yakni ada penetapan pejabat berwenang bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang tidak sedang mewabahnya Covid-19.
Lalu, di daerah tersebut telah ditutup akses pintu masuk/keluar-nya sehingga tidakmemungkinkan bercampur orang yang sehat dengan orang yang sakit. Panitia yang menyelenggarakan ibadah dapat memastikan bahwa yang hadir menunaikan ibadah, adalah jamaah setempat dan tidak bercampur dengan jamaah dari luar.
Untuk menghindari terlalu banyaknya jumlah jamaah yang terlibat dalam sholat Idul Fitri, maka MUI Sumatera Barat meminta agar panitia pelaksana meyelenggarakannya di beberapa tempat.
Kemudian tetap memperhatikan prosedur pencegahan penularan Covid-19, yakni mnyediakan tempat cuci tangan, menggunakan masker, jamaah dianjurkan membawa sajadah masing-masing. Untuk mencegah kemungkinan penularan wabah maka merenggangkan shaff ketika salat, dibolehkan dan tidak membatalkan salat berjamaah.
"Intinya masyarakat yang berasa di zona merah, jangan malah pergi ke zona hijau untuk tetap melaksanakan salat Idul Fitri secara berjamaah di masjid. Ini lah yang perlu diperhatikan bagi panitia penyelenggara salat Idul Fitri," sebutnya.
Begitu juga dalam pelaksanaan salat dan khutbah ditunaikan secara iqtishad" (sederhana) dengan membaca ayat-ayat pendek serta meringkaskan khutbah. Lalu untuk pelaksanaan point 1 dan 2 di atas, kepada MUI Kabupaten dan Kota se-Sumatera Barat agar senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
"Dalam pandangan jumhur 'ulama, salat ldul Fitri dan ldul Adha adalah sunnah muakkadah, namun bagi kaum muslimin yang tidak bisa, atau memilih tidak mengikuti salat ldul Fitri berjamaah dengan umat secara umum di lapangan atau di masjid karena udzur atau luput darinya pelaksanaan saat Id tersebut, maka dibolehkan menunaikannya sendiri atau berjamaah dengan keluarga di rumah, sebagaimana pandangan fuqaha' Syafliyyah, Malikiyyah dan Hanabilah," paparannya.
Hal ini didasari kepada hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan, susungguhnya Rasulullah saw bersabda; Jika shalat telah dari didirikan, maka janganlah kalian datang sambil berlari, namun datanglah dengan berjalan, hendaknya kalian tenang, apa yang kalian dapatkan (raka'atnya) makashalatlah, dan (raka'at) yang ketinggalan, maka gantilah." (HR. Ahmad)
"Dan amalan sahabat Rasulullah saw (Anas Bin Malik ra) apabila luput darinya pelaksaanaan salat 'ld sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih. Nah ini lah yang saya maksud, masyarakat dan pemerintah perlu paham ketentuan-ketentuan yang ada pada bayan MUI ini," harapnya.
Bagikan