Ilustrasi surat suara. |
Dia berharap pelaksanaan Pilkada 2020 tidak kaku namun menyesuaikan keadaan di wilayah tersebut. Bila sangat tidak dimungkinkan, Pilkada bisa saja ditunda di TPS tertentu.
"Ini syarat yang menurut kami menjadikan penyelenggaran pilkada di Desember 2020 itu bukan harga mati. Apalagi ketika rapat terakhir dengan pemerintah bersama KPU dari 270 daerah yang digelar pilkada, ada 40 daerah yang kategori zona merah, 99 kategori zona oranye, 72 zona kuning dan 43 berstatus hijau. Kita belum tahu apakah yang 43 hijau dulu itu sudah berubah status atau belum," ujarnya, Sabtu (25/7/2020) seperti dikutip dari inews.id.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu kemudian menjelaskan maksud pilkada bukan harga mati yang diucapkannya. Kata dia, hal tersebut artinya bukan dilihat per daerah, tetapi lebih detail yakni per tempat pemungutan suara (TPS).
"Apakah TPS ini memungkinkan untuk kita laksanakan. apakah di desa ini memungkinkan untuk dilaksanakan, atau mungkin satu kecamatan, kita enggak tahu. Jadi saya katakan pilkada itu bukan harga mati, terutama di TPS tertentu yang memang zona merah atau merah sekali. Orang sekarang kalau sudah ada berita oh di kampung ada kena covid sudah takut semua masyarakat, pada enggak berani keluar," kata Arwani.
Arwani Thomafi juga menyoroti, beberapa rekan panitia dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah tidak mendapatkan fasilitas berupa rapid test seperti yang diperoleh panitia dari KPU.
"Kemarin Komisi II melakukan kunjungan kerja ke Pandeglang dan Serang, Banten. Kita mendapatkan laporan terutama di Bawaslu-nya belum sepenuhnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti temen-temen di KPU. KPU bisa mendapatkan rapid test, tetapi di Bawaslu belum bisa," ucap Arwani.
Berdasarkan aduan tersebut, lanjutnya, terkadang para petugas di Bawaslu mendapatkan pertanyaan dari masyarakat apakah penerapan protokol kesehatan benar-benar sudah dilakukan. Menurutnya, selain pemungutan suara, proses pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) serta kampanye menjad titik rawan penyebaran Covid-19.
"Jadi pada akhirnya mereka kadang, ketika mendatangi masyarakat itu, masyarakat ini nanya protokolnya sudah diterapkan atau belum. Jadi memang tahapan-tahapan bukan hanya di tahapan pemungutan suaranya, tapi ya pada tahapan coklit yang sekarang ini. Lalu juga di kampanye, itu menjadi titik rawan," ucapnya.
Selain tidak meratanya fasilitas pemeriksaan rapid, dalam kunjungannya ke Pandeglang, Arwani menyampaikan ada beberapa kepala daerah yang merasa daerahnya belum mampu menerapkan protokol kesehatan Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, lantaran Pilkada merupakan hajat dari masing-masing daerah, hal itu tidak boleh malah berbalik menjadi beban bagi daerah itu sendiri.
"Misalnya di Kabupaten Pandeglang kemarin, kepala daerah menyatakan masih ada kekurangam di beberapa titik. Nah ini yang dulu pernah kita sampaikan bahwa Pilkada itu hajatan daerah, tetapi jangan sampai ini dibebankan kepada daerah semua sehingha terhadap daerah yang tidak mampu, pemerintah harus segera menghandle," katanya.(***)
Bagikan