M. Nur Idris di Polda Sumbar. |
Bukittinggi, Analisakini.id-Setidaknya lebih dari 500 orang menjadi korban investasi bodong dengan skema money game atau permainan uang yang berkedok sebagai pengelola barang memproduksi mukena daan selendang.
Ternyata kegiatan investasi pengelolaan mukena dan selendang hanya usaha fiktif belaka. Sebanyak 140 investor yang menjadi korban penipuan investasi bodong telah membuat Laporan Polisi melalui SPKT Polda Sumbar. Nilai kerugian yang dilaporkan mencapai Rp13 miliyar.
Pengacara 140 investor yang menjadi korban investasi bodong, M. Nur Idris membenarkan kliennya sudah membuat laporan polisi di Polda Sumbat terkait penipuan yang dialaminya. “Benar kami sudah mendampingi perwakilan investor untuk membuat Laporan Polisi terkait kasus penipuan investasi bodong ini melalui SPKT Polda Sumbar dengan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) No.STTL/336.a/VIII/YAN/2002/SPKT-Sbr tanggal 28 Agustus 2021” ujar M. Nur Idris dalam jumpa pers di Kantor Advokat/Pengacara M. Nur Idris di Bukittinggi, Selasa (7/9/2021).
M. Nur Idris menerangkan yang dilaporkan seorang perempuan berinisial RY (37) bersama beberapa pengelola investasi yang kesemuanya merupakan warga yang berdomisili di Kotohilalang Ampek Angkek Kabupaten Agam.
Adapun modus yang dilakukan terlapor bersama pengelola modal adalah menawarkan pengelolaan mukena dan selendang yang akan dijual ke Malaysia dan Pusat Grosir Pasar Simpang Aur Kuning Bukittinggi, dengan tawaran keuntungan mencapai besaran 40 persen dari modal yang diinvestasikan dan diberikan setiap bulannya. Kegiatan investasi ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2020 sampai Juli 2021.
“Jadi misalnya, investasi dengan modal Rp100 juta maka akan diberikan keuntungan sebanyak 40 persen atau Rp40 juta pada bulan berikutnya. Atau modal investasi Rp2 juta akan diberikan keuntungan Rp800 ribu. Dimana keutungan diberikan namun modal tetap disimpan sebagai modal selanjutnya oleh terlapor bersama pengelolanya” ujar M. Nur Idris menerangkan skema pembagian hasil investasi.
Lebih lanjut kata Idris, awal pertama pembuatan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) pemberian keuntungan berjalan lancar. Namun beberapa bulan kemudian setelah ada investor yang mengulang atau menambah modal periode berikutnya keuntungan tidak ada lagi diberikan dengan alasan pandemi covid atau uang belum dibayar pembeli.
Karena terlapor tidak ada lagi memberikan keuntungan, maka beberapa investor mencoba menghubungi pengelola namun tidak mendapat jawaban. Hingga awal tahun 2021 beberapa investor mendatangi rumah terlapor di Kotohilalang Agam. Ternyata investasi pengelolaan mukena dan selendang itu tidak ada sama sekali alias bodong. Yang terjadi adalah skema money game atau permainan uang, dimana uang modal investor satu untuk menutupi uang investor lain.
Adapun besaran kerugian yang dialami korban, kata Nur Idris, dilihat dari SPK sebagai bukti ada yang mengalami kerugian mulai dari 2 juta sampai 600 juta untuk satu orang investor. Menyangkut model kerja pengelola ini dengan cara menghubungi calon investor lewat handphone dan WhatsApp dengan tawaran dan iming-iming melalui pertemanan adik dari terlapor RY secara online.
“Jadi bukan terlapor RY yang langsung menghubungi investor tapi lewat orang lain (seller) yakni adik dari RY yang bertugas menghubungi korban dimana rata-rata adalah temannya semasa kuliah dulu. Makanya ada korban yang berdomisli di Kota Bukittinggi, Padang serta berbagai daerah lain diluar Sumbar seperti Jakarta, Bandung, Tanggerang, Depok, Bekasi, Banten, Jambi, Lampung, Riau dan Kalimantan” terang Idris.
M. Nur Idris berharap agar Penyidik Polda Sumbar secepatya memproses laporan kliennya. Dia memperkirakan jumlah korban investasi bodong dikelola RY bersama seller atau orang lain yang membantunya ini mencapai 500 orang korban.
Sementara itu, yang ia dampingi saat ini berjumlah 140 orang yang rata-rata adalah teman-teman dari adik dan suadara RY. Untuk menguatkan laporannya Tim Kuasa Investor sudah memberikan bukti-bukti berupa SPK sebagai tanda bukti penyerahan uang, rekaman pembicaraan dan chat WhatsApp sebagai penawaran, serta photo-photo barang dan usaha pembuatan mukena yang ternyata semuanya fiktif. (***)