Effendi |
Effendi
Sejak Senin sore (8 Maret 2022) hingga kemarin, berita pernyataan Gubernur Sumbar Mahyeldi terkait konversi Bank Nagari ke syariah, heboh dan viral. Apalagi berita yang diproduksi oleh Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Sumbar berupa relis itu, bernilai. Puluhan media cetak dan online memuatnya, baik yang kerjasama dengan Diskominfotik maupun tidak.
Dalam relis itu disebut Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi mengendus ada sejumlah manajemen Bank Nagari yang tidak setuju dengan konversi ke syariah. Untuk itu, mereka diminta mengundurkan diri saja.
Hal itu disampaikan gubernur saat memberikan sambutan kegiatan Subuh Mubarokah bulanan ASN lingkup Pemprov Sumbar, di Masjid Raya Sumbar, Minggu (6/3/2022). “Kini, bila ada oknum dari manajemen Bank Nagari yang tidak setuju terhadap konversi menjadi bank syariah, sebaiknya segera mengundurkan diri saja,” tegas Mahyeldi.
Penegasan Mahyeldi ini hampir sama di semua media yang memuatnya. Yang beda hanya judul beritanya saja. Berita ini memang viral dan menggoncangkan.
Apakah betul Gubernur Mahyeldi menegaskan hal seperti itu? Wartawan rasanya tidak ada yang hadir pada Subuh Sajadah itu dan tentu saja tidak mendengar atau wawancara langsung dengan Gubernur. Entah rekaman dari ASN Diskominfotik yang hadir saat itu ada dan diberikan kepada wartawan. ASN Diskominfotik pula yang membuat beritanya dan dijadikan relis resmi. Karena resmi, berarti apa yang disampaikan Gubernur seperti itu, bisa jadi betul.
Tetapi melihat tipikal Gubernur Mahyeldi yang dikenal ramah, santun, dan murah senyum serta sabar, rasanya bahasa seperti itu, tak pernah diucapkan. Gubernur Mahyeldi ada tegasnya, tapi tetap santun. Mahyeldi lebih suka berdialog, diskusi terkait masalah apapun. Tak suka skak mat. Mengutamakan diplomasi. Tapi entahlah, bisa jadi Subuh itu tegas sekali dan habis kesabaran sehingga keluar kalimat yang menyentakkan itu. Nasabah yang nyimpan uang banyak di Bank Nagari, pasti terkejut dan tergoncang pula. Tarik tidak, tidak tarik.
Yang dipertanyakan, adakah manajemen Bank Nagari yang tidak setuju dengan konversi itu, seperti yang ditegaskan Gubernur Mahyeldi dalam relis itu?Mengutip keterangan dari Anggota Komisi III bidang Keuangan DPRD Sumbar Hidayat yang juga dirilis banyak media, mungkin Gubernur belum mendapatkan informasi lengkap atau dapat informasi yang tidak benar sehingga menyatakan hal tersebut.
Apakah benar manajemen Bank Nagari tidak melaksanakan upaya upaya pemenuhan persyaratan menuju konversi syariah? Kalau berdasarkan beberapa kali rapat kerja dengan Direksi dan Komisaris Bank Nagari bersama Komisi III DPRD Sumbar, sebut Hidayat, sesuai laporan dan data yang disampaikan, upaya pemenuhan syarat ke konversi terus dilaksanakan.
"Ada kendala iya, seperti teknis minta persetujuan setiap nasabah yang disyaratkan OJK, guna mengetahui sikap masing-masing nasabah apakah tetap setia jadi nasabah Bank Nagari jika Bank Nagari berubah total ke sistem syariah, teknisnya tidak bisa secara langsung karena adanya kebijakan pembatasan interaksi langsung gara-gara pandemi Covid-19 sehingga tak sesuai target waktu," terang Hidayat.
Kalau begitu siapa yang tidak setuju atau menghambat? Ibarat sebuah bus, manajemen Bank Nagari itu adalah sopir. Dia hanya membawa mobil baik-baik. Sedangkan Gubernur, Bupati/Walikota se-Sumbar atas nama Pemprov dan Pemkab/kota se-Sumbar adalah pemiliknya. Sopir akan patuh kepada pemiliknya. Tak patuh, bisa dipecat. Dari Padang ke Bukittinggi harus lewat Malalak, ya ikuti. Jangan pula lewat Padang Panjang, bisa fatal akibatnya.
Nah, kembali ke Bank Nagari, pemilik atau pemegang sahamnya yang belum kompak. Belum memutuskan secara bulat untuk konversi ke syariah, tentu tidak bisa apa-apa meski secara operasionalnya seperti dijelaskan Anggota Komisi III DPRD Hidayat menyatakan dalam hearing dengan Bank Nagari, upaya dan tahapan menuju syariah terus dilakukan. Kalau pemilik (baca pemegang saham) belum satu suara, tentu ditunggu dulu pemiliknya satu suara atau sepakat untuk konversi ke syariah.
Pertanyaannya, kalau begini keadaannya, siapa yang menghambat konversi? Rasanya juga tidak ada yang menghambat, hanya butuh kajian mendalam, dilihat dan dipertimbangkan dari segala aspek sehingga waktu dan proses panjang pula.
Dan juga tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu dirancang dan dibahas Perdanya, karena Bank Nagari dulu diatur dengan Perda. Dan ada baiknya juga Gubernur Mahyeldi dan tim yang ngurus ini, diskusi pula dengan OJK, terkait progress konversi Bank Nagari ke syariah untuk mendapatkan dimana akar masalahnya, di manajemen Bank Nagari kah, pemegang saham kah atau siapa?
Nah, dalam perjalanan jelang regulasi dilahirkan dan kajian mendalam didapatkan, sebenarnya sudah bisa dibuat aturan/ketentuan di internal para pemegang saham yang sudah mantap konversi ke syariah. Paling tidak untuk menambah nasabah dan transaksi di Bank Nagari Syariah. Misalnya di lingkungan Pemprov Sumbar sendiri. Dana transfer dari pusat ke Bank Nagari Syariah saja, gaji ASN Pemprov ke Bank Nagari Syariah. Kalau sudah, Alhamdulillah.
Begitu pula terkait dengan transaksi belanja OPD Pemprov Sumbar, baik tender barang dan jasa maupun yang tidak tender. Dipastikan ratusan hingga mencapai angka ribuan perusahaan di Sumbar buka rekening Bank Nagari Syariah. Kalau sudah, Alhamdulillah juga.
Termasuk kerjasama Diskominfotik Sumbar dengan media cetak dan elektronik dalam penyebarluasan informasi penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Pemprov Sumbar. Apalagi dalam pengumuman nomor 555/032/Kominfo/2022 tertanggal 10 Januari 2022 yang ditandatangani oleh Kabid Informasi dan Komunikasi Publik, Indra Sukma, ada beberapa persyaratannya.
Pada syarat urutan 7, berbunyi, memiliki rekening bank yang aktif. Nah ini belum. Kan bisa saja diganti dengan memiliki rekening Bank Nagari Syariah. Hal ini tentu mendorong media yang kerjasama akan buka rekening di Bank Nagari Syariah. Jadi betul-betul diamalkan, konversi ke syariah itu secara perlahan. Tidak sekadar merilis berita saja.
Dan patut juga diketahui, dengan meluasnya berita 'kegaduhan' itu, bagi bank tentu mengganggu. Para nasabah terusik. Sebab nasabah menyimpan uang di sebuah bank, ingin nyaman dan aman, itu yang penting. Apalagi kalau bicara bank sesungguhnya adalah soal kepercayaan masyarakat. (***)