Prof. Tuty Anggraini bersama Dr. Azrifirwan dan sahabat Tuty, usai pengukuhan sebagai guru besar. (ist). |
Padang, Analisakini.id- Saat menuntut ilmu kutu buku, diwisuda cepat pula, jadi dosen hingga menyandang gelar profesor. Ini biasa. Menjadi luar biasa, jika waktu kuliah, dia hobi ngeband, suka mendaki gunung, lantas menjadi dosen dan meraih gelar profesor. Di usia muda lagi. Ini bukan mimpi, benar-benar nyata.
Profesor muda tersebut adalah Tuty Anggraini. Senin (19/9/2022), dia dikukuhkan jadi guru besar Universitas Andalas (Unand) bersama dua profesor lain. Sama-sama dari Fakultas Teknologi Pertanian Unand yaitu Prof. Anwar Kasim, dan Prof. Rina Yenrina.
Anwar dikukuhkan di usia 67 tahun, Rina di usia 60 tahun, sedangkan Tuty di usia 45 tahun.
Dalam pengukuhan itu, Prof. Tuty Anggraini membahas tentang potensi Sumatera Barat sebagai antioksidan serta pengaruh keberadaan antrakuinon sebagai kontaminan.
Rektor Unand, Prof. Yuliandri pada pengukuhan itu menyampaikan apresiasinya kepada tiga guru besar tersebut. Dia pun berharap Unand terus memperkuat jajaran guru besar.
Tiga guru besar yang dikukuhkan bersama Rektor Unand Prof.Yuliandri. |
Sebenarnya, gelar profesor itu resmi disandang Tuty pada 1 Agustus 2019 dalam usia 42 tahun kurang sebulan. Tuty, sang anak band ini, lahir September 1977. Boleh dikatakan, Tuty mendapatkan predikat guru besar itu, termuda di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas (Fateta Unand). Jarang-jarang anak band bisa meraih gelar profesor di usia muda, tapi Tuty membuktikan.
“Semua berkat dorongan orangtua, suami dan para sahabat, tentunya juga dosen sesama mengajar di Fateta Unand,” kata Tuty.
Bukanlah hal mudah untuk mendapatkan gelar guru besar tersebut. Banyak kriterianya dan terukur lagi. Tapi Tuty melakoni dengan maksimal dan selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT agar impiannya meraih gelar profesor tercapai.
Persyaratannya antara lain, banyak melakukan penelitian, melahirkan karya ilmiah dan artikel yang diterbitkan di jurnal internasional, presentasi di seminar internasional. Dan tentu saja juga pengabdian masyarakat. Tridharma perguruan tinggi harus benar-benar dilakoni dengan baik. Secara akademik, juga harus menamatkan studi S3 (Program Doktor).
Dosen Fateta Unand ini memang konsen di bidang ilmu teknologi hasil kebun. Mengajar untuk beberapa mata kuliah seperti Teknologi Pengolahan Hortikultura, Teknologi Bahan Penyegar,
Teknolog Biji-bijian dan Umbi-umbian serta beberapa matakuliah lainnya.
Di sini, bukan hasil penelitian yang hebat dan puluhan artikel bertaraf internasional yang dihasilkan Tuty yang dibahas, tetapi figurnya yang terbilang tak lazim. Saat menjadi mahasiswa dan menuntut ilmu di jurusan Teknologi Pertanian (kini sudah menjadi Fakultas) Fakultas Pertanian Unand, Tuty bukanlah mahasiswa yang diidentik dengan mahasiswa kutu buku.
Dia adalah aktivis. Anak band. Bahkan punya grup band yang hanya Tuty sendirian yang perempuan di jurusan Fateta Unand. Sering tampil, baik di berbagai festival maupun di kampus. Meski satu-satunya perempuan, tapi kepiawaian memainkan bass tak diragukan. Tiap tampil, mayoritas penonton tertuju kepada perempuan berjilbab ini.
Karangan bunga dari KOMMA FPUA. |
Jago musik di kampus ternyata sudah diasahnya saat menuntut ilmu di SMA 3 Padang. Bahkan punya grup band sendiri, namanya B-Ten dan personelnya, perempuan semua. Di B-Ten, Tuty pegang keyboard, meski bass pintar juga. Tiba di kampus hobby nge-band tetap dilakoni.
Tak heran seorang temannya Hellen Nur Qolbi di facebooknya menulis “Siapa bilang jadi profesor itu kudu jadi anak rumahan, kutu buku, dll? Profesor Tuty Anggraini jadi profesor termuda di Universitas Andalas. Jadi juara kelas tapi gak kehilangan masa mudanya. Masih sempat ikut sekolah musik dan untuk menyalurkan kepiawaiannya bermain alat musik, kami membentuk grup band.
Tau kan ya, anak band seperti apa? Apalagi kalo mo ikut festival atau ngisi acara, kami bisa kelayapan dari studio band yang satu ke studio band yang lain. Latihan dari rumah ke rumah. Jadi anak band, anggotanya cewek semua, kami berusaha merubah stigma anak band gak musti acak kadul di mapel. Meskipun sibuk latihan band, pas mo ujian nasional pula, alhamdulillah kita mayoritas lulus di perguruan tinggi negeri”
Di kampus, Tuty tak hanya menjadi anak band. Juga anak gunung. Dia aktif di organisasi Kelompok Mahasiswa Mencintai Alam (KOMMA) FPUA. Mendaki gunung, menelusuri goa, jelajah rimba belantara termasuk memperkaya khasanah lingkungan dan konservasi.
“Di KOMMA tak hanya berpetualang di alam, tapi juga diajarkan jadi pemimpin, jadi orang yang bermanfaat untuk orang lain dan ditempa agar menjadi orang kelak,”sebut Tuty.
Tuty benar. Banyak anak-anak KOMMA FPUA menjadi orang hebat sekarang. Antara lain Direktur Bank Nagari Muhammad Irsyad, Komisaris Utama Bank Nagari Benny Warlis, Komisaris Bank Sulselbar Adlinsyah Nasution, Direktur Kepatuhan Bank Nagari Restu Wirawan dan banyak lagi dengan beragam profesi. Guru besar cukup banyak, pejabat di pemerintahan jangan ditanya. Aktivis LSM, sambuah. Pokoknya banyaklah. Terlalu panjang untuk dituliskan.
“Membanggakan. Menjadi contoh bagi anak band dan anak gunung zaman now. Tuty memberikan tauladan yang menginspirasi mahasiswa. Silakan hobi nge-band, hobi berpetualang di alam, tapi ilmu akademik juga diutamakan dan sukses meraih gelar profesor dalam usia muda. Selamat,” kata Wakil Dekan Fateta Unand periode 2018-2022, Dr.Azrifirwan yang juga ditempa di KOMMA FPUA. (effendi)