Oleh :
Purwakhidin
(ASN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bukittinggi)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) telah diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 5 Januari 2022. Kehadiran UU ini diharapkan dapat mendukung terwujudnya layanan publik yang berkualitas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penetapan undang-undang ini dilatarbelakangi oleh hasil evaluasi pemrintah atas pelaksanaan desentralisasi fiskal yang belum optimal selama 2 dasawarsa terakhir.
Misalnya peningkatan alokasi transfer ke daerah (TKD) belum dimanfaatkan secara optimal terlihat dari pemanfaatan Dana Alokasi Umum (DAU) yang masih didominasi oleh belanja pegawai yaitu sebesar 30%-60% dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masih menjadi salah satu sumber utama belanja modal di daerah.
Penerimaan Asli Daerah (PAD) juga belum menunjukan peningkatan yang signifikan, dimana dalam 3 tahun terakhir proporsi PAD terhadap APBD masih ada di kisaran 24,7%. Kemudian belanja daerah yang belum fokus dan efisien karena terlalu banyak kegiatan yang bersifat bussines as usual dan polanya masih menumpuk di triwulan IV dan mendorong adanya iddle cash di daerah. Selanjutnya pemanfaatan pembiayaan yang masih terbatas dan yang terakhir sinergi kebijakan APBN dan APBD yang belum optimal dan timpang di daerah.
Sehingga perlu adanya terobosan berupa kebijakan baru yang berorientasi pada kinerja dan kapasitas daerah melalui sinergi dan kolaborasi untuk mendukung pembangunan nasional. Untuk itu lahirnya undang-undang HKPD merupakan upaya reformasi secara menyeluruh tidak hanya dari sisi fiskal tetapi juga memperkuat sisi belanja di daerah agar lebih efisien dan fokus serta sinkron dan sinergis dengan pemerintah pusat.
Tujuan utama undang-undang HKPD adalah mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu pemerataan kesejahteraan rakyat diseluruh pelosok Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut undang-undang HKPD mempunyai empat pilar utama yaitu pertama dengan mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal.
Kedua penguatan local taxing power dengan mengembangkan penguatan sistem pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien. Ketiga mendorong peningkatan kualitas belanja daerah dan keempat harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.
Keempat pilar tersebut kemudian dimanifestasikan ke dalam 12 Bab dari 123 pasal dalam undang-undang HKPB yang disusun untuk mendorong desentralisasi fiskal yang berkualitas demi kepentingan rakyat melalui peningkatan kinerja daerah. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat Indonesia.
Dalam upaya meminimalkan ketimpangan vertikal dan horisontal tersebut, saat ini pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang transfer ke daerah. Transfer ke daerah meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus dan Dana Kesitimewaan, dan Dana Desa.
Secara singkat rancangan peraturan pemerintah tentang TKD yang sedang dibahas dan saat ini sedang dalam tahap konsultasi publik adalah sebagai berikut:
A. DANA BAGI HASIL (DBH)
- Realisasi penerimaan menggunakan data T-1. Jika belum tersedia, dihitung berdasarkan realisasi APBN Smt I T-1 yang disesuaikan dengan asumsi penerimaan sampai akhir Tahun Anggaran.
- Penetapan DBH PBB sebesar 100% termasuk biaya operasional.
- DBH CHT digunakan sesuai UU Cukai, prioritas bidang kesehatan untuk mendukung program JKN & pemulihan perekonomian.
- DBH CHT dan DR dapat digunakan untuk kegiatan strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
- Pengalokasian DBH berdasarkan alokasi formula (90%) dan alokasi kinerja (10%).
- Dari 80% DBH Perikanan yang dibagihasilkan kepada daerah, 60%-nya untuk seluruh kab/kota; dan provinsi (tidak memiliki daerah otonom); dan 40%-nya untk kab/kota; dan provinsi (tidak memiliki daerah otonom), yang memiliki luas wilayah laut.
- Pemerintah dapat menetapkan DBH Lainnya, dengan kriteria: Merupakan penerimaan setiap TA secara berkelanjutan; Dialokasikan dengan persentase tertentu mempertimbangkan kemampuan keuangan negara; Diamanatkan peraturan perundangundangan; dan Pelaksanaan pemungutan oleh Pemerintah melibatkan pemerintah daerah.
B. DANA ALOKASI UMUM (DAU)
- Pagu DAU nasional mempertimbangkan: a) Kebutuhan pelayanan publik b) Pagu TKD keseluruhan c) Target pembangunan nasional d) Kemampuan Keuangan Negara.
- Proporsi pagu DAU Daerah dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik kewilayahan seperti letak geografis dan perekonomian Daerah yang diatur dengan Peraturan Menteri.
- Penentuan Block Grant dan Spesific Grant :
a) Pemda berkinerja baik → lebih besar porsi Block Grant
b) Pemda berkinerja kurang → lebih besar porsi Spesifik Grant
- DAU Specific Grant digunakan untuk kegiatan yang menunjang capaian SPM/Indikator kinerja: (i) Penggajian Formasi PPPK, (ii) pemberdayaan masyarakat di kelurahan, (iii) bidang Pendidikan, (iv) bidang kesehatan, dan (v) bidang pekerjaan umum.
C. DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
Perencanaan :
- Berbasis Output & Jangka Menengah
- Kebijakan DAK termasuk kebutuhan pendanaan 3 tahun ke depan.
- Perencanaan disinergikan dengan pendanaan lainnya (TKD/belanja KL).
- Pengalihan belanja K/L menjadi DAK Fisik dapat mempertimbangkan penugasan khusus dari Presiden kepada K/L.
- Penentuan daerah prioritas memperhatikan: pencapaian prioritas nasional; percepatan pembangunan Daerah; pengurangan kesenjangan layanan publik; pertumbuhan perekonomian Daerah; dan/atau operasionalisasi layanan publik.
Pengalokasian :
- Berdasarkan usulan (proposal-based) dari pemda dan DPR mengacu kebijakan Pemerintah Pusat.
- Mempertimbangkan kebutuhan daerah/ hasil penilaian/ pagu anggaran/kinerja pelaksanaan/kapasitas fiskal.
Juknis :
- Mengamanatkan juknis diatur dengan Perpres sebagai dasar pelaksanaan DAK Fisik dan berlaku jangka panjang (tidak tahunan).
D. DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA KEISTIMEWAAN
DANA OTONOMI KHUSUS
Perencanaan:
- Kewajiban menyusun Rencana Induk pengelolaan Dana Otsus.
- Rencana Induk menjadi acuan bagi RPJMN, Renstra K/L, RKP, dan RKA K/L, RPJPD, RPJMD, dan RKPD.
- Rencana induk menjadi pedoman dalam penyusunan rencana anggaran dan program.
Pengalokasian:
- Antara provinsi dan kabupaten/kota : secara proporsional mempertimbangkan belanja urusan sesuai kewenangan.
- Antar kabupaten/kota mempertimbangkan aspek : (i) kewilayahan; (ii) kependudukan; (iii) kesejahteraan; dan (iv) aspek lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DANA KEISTIMEWAAN
Perencanaan:
- Wajib menyusun Rencana Induk pengelolaan.
- Rencana Induk disinkronkan denan RKA K/L dan menjadi acuan bagi RPJPD, RPJMD, dan RKPD.
- Berlaku 20 tahun & dapat dilakukan pemutakhiran (evaluasi Pusat & DIY).
- Rencana induk menjadi pedoman penyusunan rencana anggaran dan program.
Penggunaan:
- Untuk mendanai urusan Keistimewaan: i) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; ii) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; iii) kebudayaan; iv) pertanahan; dan v) tata ruang.
- Urusan iii, iv, v diprioritaskan untuk kegiatan yang berdampak langsung pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan kebudayaan.
E. DANA DESA
Penganggaran:
- Penghitungan Indikasi Kebutuhan Dana Desa memperhatikan:
- Kebutuhan desa yang menjadi kewenangan Desa;
- Prioritas nasional;
- Hasil pengalihan belanja kementerian negara/lembaga yang masih mendanai kewenangan Desa; dan/atau
- Kemampuan keuangan negara.
Pengalokasian:
- Penghitungan Dana Desa dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap.
- Penghitungan sekaligus dilakukan berdasarkan formula (alokasi dasar, alokasi formula, alokasi afirmasi, dan alokasi kinerja).
- Penghitungan bertahap dapat dialokasikan sebagai insentif Desa.
Penggunaan:
- Diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
- Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa setiap tahunnya sesuai dengan prioritas nasional.
- Kewajiban Kemendes PDTT menyusun jukops atas penggunaan Dana Desa dan fokus penggunaan dana desa.
Adanya kesenjangan horisontal antar daerah yang sampai saat ini masih terjadi, idealnya memang tidak perlu terjadi lagi. Jika belum bisa merata setidaknya kesenjangan bisa diminimalkan agar setiap warga negara dimanapun berada tetap dapat merasakan tingkat pelayanan publik yang sama. Dengan mengetahui arah kebijakan dalam rancangan peraturan pemerintah tentang TKD ini kita bisa memberikan masukan untuk perbaikan sekaligus menyalurkan aspirasi melalui media formal maupun nonformal.
Selain itu kita menjadi lebih paham bahwa pemerintah melalui Kementerian Keuangan senantiasa mencari terobosan baru untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang lebih baik. Semoga dengan adanya redesain peraturan pemerintah tentang TKD dapat meminimalkan ketimpangan dan memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan untuk rakyat Indonesia.(***)