Guspardi Gaus |
Jakarta, Analisakini.id-Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan perlu kajian yang komprehensif dan mendalam menyangkut berbagai persoalan diskriminasi ibadah dan tempat ibadah yang disinyalir disebabkan oleh diberlakukannya Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2006.
Menurutnya, SKB 2 Menteri itu sangat diperlukan sebagai pedoman dalam pembangunan rumah ibadah di Indonesia, sehingga tidak muncul rasa saling curiga diantara umat beragama saat hendak membangun rumah ibadah.
"Apabila tidak ada aturan dalam pembangunan rumah ibadah, maka akan berpotensi meningkatkan kerawanan dan konflik dalam masyarakat, "ujar Guspardi, Senin (23/1).
Terkait dengan laporan dari Setara Institue yang melaporkan dalam satu setengah dekade telah terjadi 575 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah. Menurutnya, perlu diklasifikasi masalahnya apa dan substansinya bagaimana?. Apakah benar akibat SKB 2 Menteri atau bukan. Dan satu hal lagi apakah ada aturan dalam SKB 2 Menteri itu yang dilanggar dari UU.
"Prinsipnya SKB 2 Menteri harus patuh kepada UUD 1945, yang memberikan jaminan kebebasan beragama dan beribadah," ulas Politisi PAN itu.
Legislator dapil Sumatera Barat itu pun menekankan SKB 2 Menteri itu harus tunduk dan patuh pada UU yang lebih tinggi, tidak boleh bertentangan. Urutan perundangan itu kan sudah jelas. Ada namanya UUD, UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan seterusnya sampai dengan SKB 2 Menteri. Harus dibedakan antara kebebasan beragama dan beribadah dengan pendirian tempat ibadah.
Bila pendirian tempat ibadah belum memenuhi persyaratan, maka kewajiban Pemerintah Daerah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memfasilitasi agar dapat memenuhi persyaratan.
"Soal pendirian rumah ibadah sudah ada aturannya yang disepakati semua agama ketika itu, laksanakan saja, jangan pula lari dari kesepakatan," tegas pak Gaus ini.
Oleh karena itu, kasus-kasus pendirian rumah ibadah di daerah seharusnya tidak terjadi apabila semua pihak mengikuti aturan yang berlaku. Kalau syarat sudah dipenuhi tidak ada alasan untuk menolak, tapi kalau syarat belum dipahami maka tidak boleh suatu agama memaksakan kehendaknya karena syaratnya belum dipenuhi dan semua sudah diatur dan semua sudah ada kesepakatan, jadi tidak ada masalah.
"Intinya, kita adalah negara hukum, semuanya harus bisa dipertanggungjawabkan oleh hukum, kalau tidak, maka tatanan kehidupan sosial kita akan terganggu,"pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, kasus larangan pembangunan tempat ibadah seperti di Cilegon, Banten atau di tempat lain memantik perhatian Presiden Joko Widodo.
Ia meminta para pimpinan daerah memberikan jaminan kebebasan beribadah dan beragama.
Presiden juga meminta aparat agar memahami isi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tentang jaminan kebebasan beragama dan beribadah. (ef)