Effendi |
oleh Effendi
Pemilihan rektor Universitas Andalas (Unand) 2023-2028 pada tahap penyaringan calon rektor oleh Senat Akademik Universitas Andalas (SAU), Rabu (18/10) tuntas. Hasilnya, tak diduga-duga bahkan mengejutkan, Prof. Fatma Sri Wahyuni mendulang suara terbanyak, 13 suara.
Dekan Fakultas Farmasi ini, mengungguli dua kandidat lain yang masuk tiga besar yaitu Dr.Efa Yonnedi (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis) yang meraih 11 suara dan Prof Ikhwana Elfitri, Ph. D (Dekan Fakultas Teknik) dengan raihan 10 suara.
Saat penjaringan di tingkat dosen (diikuti oleh 912 dosen di), Fatma berada di peringkat 7 dari 12 calon rektor, dengan raihan 198 suara. Terbanyak adalah Dr. Ing Uyung Gatot S. Dinata sebanyak 426 suara. Disusul Efa Yonnedi (409), Ikhwana Elfitri (263), Prof. Nusyirwan Effendi (238) dan Insannul Kamil (225).
Tapi hasil penjaringan di tingkat dosen, bukanlah menentukan, melainkan hanya menjadi cerminan dan pertimbangan bagi Senat Akademik Universitas Andalas (SAU) untuk menyaring 12 calon rektor menjadi tiga besar.
Terbanyaknya raihan suara yang diperoleh Fatma, kalau melihat dari hasil penjaringan di tingkat dosen, tentu saja mengejutkan. Tetapi, dipilihnya sosok Fatma oleh SAU yang beranggotakan perwakilan dosen seluruh fakultas dan perwakilan guru besar, tentu ada pertimbangan logis dan kajiannya untuk kepentingan lebih besar bagi Unand ke depan.
SAU adalah salah satu organ Unand, disamping Majelis Wali Amanat (MWA) dan Rektor. Hubungan antar organ Unand dilandasi oleh semangat kolegialitas dengan saling menilik dan mengimbangi satu terhadap yang lain serta mengutamakan kepentingan Unand.
Tegasnya, SAU adalah organ yang menjalankan fungsi penetapan kebijakan, pemberian pertimbangan, dan pengawasan di bidang akademik. Tentu dipikirkan elok-elok buat Unand ke depan.
Memang benar, sesuai tahapan, ketiga calon rektor ini akan dilakukan pemilihan oleh MWA pada 31 Oktober 2023 untuk menentukan siapa yang meraih suara terbanyak. Dalam pemilihan oleh MWA itu, suara Mendikbudristek memiliki komposisi 35 persen dari total MWA.
Tiga calon rektor yang akan dipilih 31 Oktober 2023 nanti, semuanya, adalah dosen terbaik Unand. Punya reputasi dan prestasi. Ketiganya juga sedang menjabat sebagai dekan. Tapi tentu harus dipilih satu, harus dipilih yang terbaik dari tiga terbaik tersebut.
Lantas siapa yang berpeluang? Mengacu kepada pilrek sebelum-sebelumnya (saat masih dipilih oleh SAU), calon rektor terpilih itu selalu guru besar. Seorang profesor.
Wajar, mengingat Unand sebagai perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa dan banyak guru besarnya. Faktor guru besar menjadi pertimbangan sepertinya.
Apa kata guru besar luar Unand, Unand yang banyak guru besarnya, tapi dipimpin oleh dosen yang belum guru besar? Gengsi dan mungkin juga harga diri guru besar. Dengan kata lain, calon rektor yang guru besar akan berpeluang menang. Di sini ada dua guru besar, Fatma dan Ikhwana. Efa belum.
Lalu, rekam jejak ketiga calon rektor itu mesti dicermati secara utuh dan detil, untuk memastikan ada atau tidak beralifiasi maupun dicap publik sebagai sosok yang cenderung memihak ke salah satu partai politik (parpol). Apalagi ke parpol yang 'berseberangan' dengan pemerintah pusat, tentu sedikit banyaknya akan berdampak kepada Unand ke depan.
Mendikbudristek yang memiliki suara dengan komposisi 35 persen dari total MWA, tentu hal ini akan menjadi pertimbangan. Yang tercium beralifiasi maupun dicap publik cenderung berpihak ke parpol yang berseberangan, tentu tidak bakal dilirik. Mendikbudristek dan anggota MWA harus memastikan itu.
Kemudian, munculnya sosok perempuan dalam tiga besar calon rektor yaitu Fatma, juga angin segar dan era kebangkitan kaum perempuan di Sumbar. Di negeri ranah minang ini yang sangat terkenal dengan negeri bundo kanduang, dengan hadirnya Fatma bak mambangkik batang tarandam.
Sebab, sejak zaman saisuak, bundo kanduang selalu mendapat tempat. Banyak tokoh perempuan muncul baik sebagai pejuang, wartawati, guru besar, wakil rakyat dan lainnya. Bahkan dari 14 orang wakil rakyat Sumbar yang berjuang sebagai anggota DPR di Senayan, empat di antaranya adalah perempuan. Ini sejarah lo.
Dan juga melihat siapa saja yang menjabat Rektor Unand mulai rektor pertama, Prof.dr. M. Syaaf (periode 1956-1958, dengan nama jabatan masih Presiden), sampai sekarang (Prof. Yuliandri), memang figur perempuan belum ada.
Nah, akankah muncul figur bundo kanduang menjadi rektor di Unand-perguruan tinggi kebanggaan di negeri bundo kanduang ini? Semoga saja. Tapi entahlah, semua berada di tangan Mendikbudristek dan MWA. (***)
Penulis, alumni Unand.