PADANG, ANALISAKINI.ID--Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) Sumbar Tahun 2024 disahkan dengan total Rp6,7 triliun. Yakni
dengan komposisi, pendapatan daerah Rp 6,5 triliun yang terdiri dari pendapatan
asli daerah (PAD) Rp3,1 triliun,
pendapatan transfer Rp3,4 triliun, lain-lain PAD yang sah Rp17,02
miliar. Lalu, belanja daerah Rp6,69 triliun, penerimaan pembiayaan Rp150
miliar, pengeluaran pembiayaan Rp20 miliar dan pembiayaan netto Rp130 miliar.
Defisit anggaran mencapai Rp130 miliar.
Pengesahan
dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Sumbar, Supardi, Kamis
(16/11/2023) di ruang sidang utama gedung wakil rakyat setempat. Supardi didampingi
Wakil Ketua Irsyad Safar dan Suwirpen Suib, serta Sekretaris DPRD Sumbar
Raflis. Sementara dari pihak pemprov dihadiri Gubernur Mahyeldi Ansharullah.
Dalam
paripurna tersebut, selain penetapan APBD 2024 sekaligus ketok palu Ranperda penetapan
Propemperda Sumbar Tahun 2024 dan penetapan Ranperdat Ranperda tentang Rencana
Tata Ruang dan Tata Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2023-2043.
Walaupun
telah ditetapkan, DPRD Sumbar menyatakan pembahasan APBD 2024 benar-benar
memerlukan kerja keras. Hal ini dikarenakan banyak permasalahan dalam Rancangan
APBD (RAPBD) yang diserahkan Pemprov ke DPRD.
Diakui
Ketua Supardi, sejumlah permasalahan tersebut di antaranya, yakni RAPBD yang
diserahkan pemprov ke DPRD belum akomodatif. "Pemprov menyerahkan RAPBD
dengan kondisi kebutuhan belanja daerah yang jauh lebih besar dibanding target
pendapatan," ujarnya.
Hal
ini megakibatkan masih sangat banyak program dan kegiatan, terutama yang
bersifat mandatori dari pemerintah pusat, belum terakomodir. Begitu juga dengan
kebutuhan sejumlah kegiatan prioritas daerah yang belum terpenuhi kebutuhan
anggarannya.
Permasalahan
kedua, lanjut Supardi, rendahnya target pendapatan disebabkan kurangnya inovasi
organisasi perangkat daerah (OPD) dalam mengoptimalkan target pendapatan sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki daerah.
"Banyak
potensi-potensi pajak dan restribusi yang tidak teridentifikasi dan sebagian
tidak optimal pula pengelolaanya. Kondisi ini menyebabkan banyaknya potensi
pajak dan restribusi yang hilang. Ini sangat merugikan daerah," ujarnya.
Supardi
memaparkan, di samping permasalahan rendahnya target pendapatan daerah, juga
terdapat permasalahan dari sisi pembiayaan daerah, yakni untuk menutup defisit
APBD Tahun 2024, pada KUA-PPAS disepakati penerimaan pembiayaan yang bersumber
dari sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) Tahun 2023 sebesar Rp250 miliar.
"Namun DPRD melihat Silpa tidak akan mencapai Rp250
miliar. Karena kondisi itu, DPRD dan pemprov harus all-out meningkatkan dan
mengali sumber-sumber pendapatan," tuturnya.
Masih
tentang pendapatan daerah, DPRD meminta Pemprov mereformasi sistem, tata kerja
dan SDM yang ditugaskan dalam pemungutan pajak dan restribusi. Supardi
mengatakan, apabila tidak ada perbaikan maka dipertimbangkan opsi kerjasama
pemungutan pajak dan restribusi dengan menggunakan jasa pihak ketiga. Hal ini
memungkinkan karena telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.
Kemudian
DPRD juga meminta Pemprov untuk menyelesaikan permasalahan sejumlah BUMD.
Pertama, pengelolaan Hotel Balairung Citrajaya Sumbar diserahkan kepada pihak
ketiga melalui skema lelang terbuka.
Kedua, PT. Grafika Jaya Sumbar dilikuidasi. Hal ini
mengingat banyaknya permasalahan dalam pengelolaannya. Termasuk dan deviden
yang diberikan tidak sebanding dengan penyertaan modal diberikan pemerintah
daerah.
Ketiga,
DPRD meminta Pemprov membentuk tim transisi terkait akan berakhirnya kerjasama
pengelolaan Novotel dengan PT. Grahamas Citra Wisata. "Dalam tim transisi
ini dilibatkan DPRD Sumbar," tegas Supardi.
Tim
ini akan menyelesaikan proses serah terima dengan PT. Grahamas Citra Wisata
serta mengkaji pelaksanaan kerjasama pengelolaan Novotel selanjutnya.
Sementara
itu, Badan Anggaran (Banggar) DPRD juga memberikan sejumlah catatan lainnya.
Pertama, pemprov diminta konsisten dan secara bertahap meningkatkan alokasi
belanja modal dan belanja infrastuktur sebagaimana yang ditetapkan dalam RPJMD
Sumbar Tahun 2021-2026 yaitu sebesar 14
persen dari total belanja dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
HKPD.
Kedua,
kinerja BUMD milik Pemerintah Daerah
yang bergerak di luar sektor
keuangan tidak mengalami peningkatan
yang signifikan dan deviden yang diberikan kepada kas daerah a tidak sebanding
dengan nilai penyertaan modal. Sehubungan dengan hal tersebut, pemprov dinilai
m perlu mengambil sikap yang jelas terhadap keberlanjutan BUMD tersebut.
Pemprov diminta melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja BUMD
yang hasilnya dapat digunakan untuk menentukan keberlanjutannya.
Saat
rapat paripurna tersebut Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansarullah mengakui sulitnya
pembahasan APBD Tahun 2024. "Keadaan memang sulit karena banyaknya
kebutuhan anggaran, termasuk untuk kebuuhan mandatori. Sementara kita mengalami
kesulitan fiskal," ujarnya. (n-t)