Ketua DPRD Sumbar Supardi saat berada di Pasar
Pabukoan Kota Payakumbuh. (humasdprdsb)
PAYAKUMBUH, ANALISAKINI.ID—Banyak kisah yang dilalui Ketua DPRD Sumatera Barat, Supardi, di Kota Payakumbuh. Dia lama di kota itu, tumbuh dan dibesarkan di sana.
Di sela-sela kesibukannya berkunjung
ke sana, tiba tiba dia memberhentikan voreijder di depan Pasar Payakumbuh.
Rombongan kaget, karena tidak ada agenda masuk ke pasar.
Tapi, itulah yang dilakukan Supardi. Dia bahkan teringat tatkala lama di
pasar tradisional tersebut.
"Ya, kita turun di sini, lalu berjalan ke Pasa Pabukoan, sambil silaturahmi
dengan masyarakat. Saya rindu," kata Supardi yang diikuti oleh rombongan.
Politisi Gerindra ini lalu menyusuri lorong Pasar Payakumbuh, sembari
bersalaman dengan banyak kawan kawannya. Tidak ada jarak. Senyum dan tawa
mengembang, tidak terkecuali tukang ojek yang sedang beristirahat.
"Saya besar dan dibesarkan di Pasa Payakumbuah ini," ucap Supardi
kepada Kepala Divisi Pemasaran Bank Nagari, Syafrizal yang mendampinginya, Jumat
(15/03/2024).
Ya, Payakumbuh bagi Supardi adalah masa lalu, masa sekarang dan masa depan.
Tempat hidup dan mengabdi. Tempat cita cita disemai, dipupuk dan suatu saat
memanen asa tersebut.
Lalu, di Pasa Pabukoan yang legendaris itu, tidak sedikit pedagang dan
pengunjung yang kaget ketika dihampiri Supardi.
"Eeee Pak Supardi, singgah lah dulu pak, boli pabukoan kami (Pak Supardi,
mampir dulu pak, beli takjil kami," ungkap salah seorang pedagang sambil
menyambut tangan Supardi dengan hangat untuk bersalaman.
Sementara itu, dua orang anak gadis tak jauh dari tempat itu berbisik.
"Bapoto wak jo Pak Supardi lu lah,
apak tu dikampuang wak beliau banyak maagiah bantuan jawi (Berfoto kita
dulu dengan Pak Supardi, di kampung kita, beliau banyak memberi bantuan
sapi," katanya, setengah berbisik.
Di tengah keramaian sore itu, Supardi sambil berkelakar dengan pedagang,
mengimbau pedagang untuk tidak mencampur makanan yang dijual dengan zat
pengawet dan pemanis yang berbahaya bagi kesehatan. Alami saja, jaga kemurnian dagangan
(pabukoan).
"Kan lai pakai gulo cindua ko
ni? Jan campua lo jo pemanis buatan atau pewarna," ungkap Supardi.
"Ndak pak, kami lai pakai gulo
soka," jawab pedagang sambil membungkus makanan untuk diberikan ke
Supardi.
Tak lama, jam sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Sebentar lagi sirine
berbuka berbunyi. "Kita jalan ke Tambago, warga sudah menunggu kita untuk
berbuka puasa bersama," kata Supardi ke ajudannya.
Pasa Pabukoan Jumat sore itu, memang sedang ramai ramainya. Pembeli
berdesakan. Memang pasa pabukoan adalah tradisi masyarakat Payakumbuh. Tidak
hanya untuk mencari takjil, tapi juga ajang silaturahmi.
Yang jelas, sebut Supardi, Pasa Pabukoan mampu menggerakan perekonomian
masyarakat. Untuk itu, pedagang harus menjaga kebersihan dan keramahan.
“Apalagi nanti saat perantau pulang, tentu pasar ini akan semakin
ramai," ungkap Supardi. (n-r-t)
(n-r-t)