arrow_upward

Forum Komunikasi Jurnalis Piaman Dukung Penyidik Terapkan Potong Alat Vital Pemerkosa Anak Kandung

Jumat, 19 Juli 2024 : 18.28

 


PADANG, ANALISAKINI.ID--Heboh, perbuatannya mencoreng kampung. Dunia pun sinis melihat kebiadaban ayah kandung memperkosa dan bersetubuh berulang kali dengan anak kandungnya hingga melahirkan.

Terkait hal itu, wartawan asal piaman (Padang Pariaman dan Pariaman) yang menamakan diri Forum Komunikasi Jurnalis Piaman (FKJP), mendesak penyidik kepolisian dan penuntut kejaksaan untuk mnejerat hukuman maksimal, dan kapan perlu potong alat vital atau dengan cara lain kepada tersangka kekerasan seksual terhadap anak tersebut.

“Perbuatan apak rutiang itu (tersangka) sangat mencoreng keharuman nama Piaman di dunia. Untuk itu, kami mendukung kepolisian dan kejaksaan menerapkan hukuman kebiri kimia kepada apak rutiang itu,” ujar dedengkot Forum Komunikasi Jurnalis Piaman yang dikenal sebagai wartawan ‘aliran keras Sumbar’, Novrianto Ucok, Jumat (19/7/2024) di Padang.

Dari literasi hukum, kata Ucok, tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun, dan dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. Tindakan dilakukan dengan cara pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.

“Penilaian klinis sebagaimana dimaksud meliputi wawancara klinis dan psikiatri; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang,” bunyi Pasal 7 ayat (2).

“Tapi baiknya kalau bisa potong saja alat kelamin tersangka itu,” ucok geram.

Penilaian klinis dimulai paling lambat tujuh hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan dan hasilnya akan disampaikan dalam bentuk kesimpulan untuk memastikan pelaku persetubuhan layak atau tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia.

Kesimpulan ini disampaikan pada jaksa paling lambat empat belas hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari jaksa.

“Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud menyatakan pelaku persetubuhan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia,” tertuang dalam Pasal 9 huruf a UU Perlindungan Anak.

Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak diterimanya kesimpulan, jaksa memerintahkan dokter untuk melaksanakan tindakan kebiri kimia.

Tindakan ini dilaksanakan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.

Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan, bila kesimpulan menyatakan pelaku tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia maka pelaksanaan tindakan ditunda paling lama enam bulan.

“Selama masa penundaan sebagaimana dimaksud dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan layak atau tidak layak dikenakan tindakan kebiri kimia,” bunyi Pasal 10 ayat (2).

Jika masih disimpulkan pelaku persetubuhan tidak layak, maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang.

Selain itu, hukum Indonesia kata Ucok juga beri ruang melakukan tindakan Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik.

“Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada pelaku persetubuhan dan perbuatan cabul. Alat pendeteksi dapat berupa gelang elektronik atau lainnya yang sejenis. Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku sebagaimana dimaksud diberikan paling lama 2 (dua) tahun,” bunyi Pasal 14 ayat (3),”ujar Novrianto asli Sunua Padang Pariaman mengutip pasal UU perlindungan anak.

Untuk pemasangan alat pendeteksi elektronik, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial paling lama satu bulan sebelum pelaku kekerasan seksual terhadap anak selesai menjalani pidana pokok.

Pemasangan dilakukan segera setelah pelaku menjalani pidana pokoknya.

“Pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan atas perintah jaksa dengan memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan,” bunyi Pasal 16 huruf e.

Sementara, pelepasan alat pendeteksi juga dilakukan oleh kementerian yang sama atas perintah jaksa.

“Sanksi kebiri ini diberikan sebagai bentuk tindakan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, di samping pengenaan sanksi pidana penjara dan denda, yang diatur dalam Pasal 81 Perpu 1/2016,”ujar Ucok.

Sementara informasi didapat Ucok, Kapolres Padang Pariaman menegaskan menjerat tersangka pemerkosa berulang kepada anak kandung itu dengan Pasal 81 ayat 1,2 dan 3 serta juncto Pasal 76 ternyata Perlindungan anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Segera Bentuk KPAI Sumbar!!!

Sedangkan Ketua Jaringan Pemred Sumbar yang juga orang Piaman Adrian Tuswandi mengatakan, kejadian kekerasan seksual kepada anak sudah berulang terjadi.

“Mestinya semua kasus kekerasan pada anak psikis maupun psikologis seperti kekerasan seksual, jadi pintu masuk Pemprov Sumbar dan DPRD Sumbar untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sumatra Barat, koo tidak juga ada KPAI Sumbar, sudah banyak pihak mendesak dibentuk lembaga yang diperintahkan oleh UU Perlindungan Anak, atau biar pelaku pedofil anak berkeliaran terus dan anak Sumbar nanar menatap masa depannya kedepan,” ujar Toaik, biasa Ketua JPS ini disapa banyak kalangan di Sumbar. 

Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan AA (50), pria di Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan anak kandung yang berujung hamil hingga melahirkan bayi. Tersangka kini sudah ditahan di sel Mapolres Padang Pariaman.
"Sudah kita tetapkan tersangka dan sudah kita tahan. Dia akan kita jerat Pasal 81 ayat (1), (2), (3) Jo Pasal 76 tentang perlindungan anak dengan hukuman maksimal 15 tahun kurungan," kata Kapolres Padang Pariaman, AKBP Ahmad Faisol Amir, Rabu (17/7/2024) lalu.
Faisol mengatakan, AA yang sehari-hari bekerja sebagai buruh dan wirausaha ini telah melakukan perbuatan pencabulan hingga persetubuhan terhadap putri kandungnya sejak korban masih berusia 12 tahun. Sementara korban saat ini telah berumur 16 tahun.
(Rilis)

Bagikan

Terbaru

Copyright © Analisakini.id | Jernih Melihat - All Rights Reserved