Padang, Analisakini.id-Tahun ini, Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas (Unand) genap berusia 40 tahun. Peringatan hari ulang tahun tersebut diisi dengan beberapa kegiatan Dies Natalis.
Mulai dari Seminar Nasional Ilmu Lingkungan (7-8/9), Launching Desa Wisata Tangguh Bencana di Teluk Buo (17/9), Pengabdian kepada Masyarakat (26-28/9), hingga Seminar Internasional (30/9). Acara puncak dilaksanakan melalui acara peringatan Dies Natalis yang diselenggarakan di Convention Hall Unand pada Selasa (17/9).
Prof. Dr. Henny Lucida, Apt, Direktur Sekolah Pascasarjana menerangkan kembali sejarah dan perkembangan sekolah pascasarjana sejak berdiri 40 tahun yang lalu. “Penyelenggaraan pendidikan pascasarjana di Unand dimulai pada 17 September 1984, bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Prodi Agronomi.”
Program Pascasarjana Unand mendapatkan status otonomi pada 1992, dan sejak 2012 terjadi pemisahan program studi dimana prodi monodisiplin dan oligodisiplin dikelola oleh fakultas terkait, dan prodi bersifat multidisiplin dikelola oleh Sekolah Pascasarjana. Hingga saat ini, Sekolah Pascasarjana menaungi 9 program studi yang terdiri dari 7 prodi magister, 1 prodi doktoral, dan 1 prodi profesi.
“Hingga saat ini, terdapat 200 dosen tetap, dan 19 dosen luar biasa dengan kepakaran di berbagai bidang ilmu,” papar Prof. Henny Lucida.
Sedangkan Rektor Unand Efa Yonnedi mengatakan, pencapaian yang telah didapatkan Sekolah Pascasarjana hari ini merupakan kebanggaan tersendiri, terutama karena banyaknya disiplin ilmu yang dinaungi.
“Pencapaian sekolah pasca selama 40 tahun bagi kami sangat membanggakan, yang awalnya 1 program studi hingga kini mengelola 9 program studi. Keberagaman ini mencerminkan komitmen kita untuk untuk menjawab tantangan jaman, dan tuntutan masyarakat untuk menyediakan pendidikan tinggi yang berkualitas,” ujar Efa.
Pada acara peringatan Dies Natalis ke-40 ini, Prof. Rudi Febriamansyah, Ph.D juga menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Pendekatan Inter dan Transdisipliner dalam Kajian Masalah Pembangunan Pedesaan.”
Rudi yang merupakan Koordinator Program Doktor Studi Pembangunan menekankan pemecahan masalah dalam pembangunan pedesaan harusnya tidak berhenti pada pendekatan multidisiplin saja, namun diteruskan menggunakan pendekatan interdisiplin hingga transdisiplin. Pendekatan transdisiplin merupakan pendekatan yang melibatkan non-akademisi, dan bersifat co-kreasi pengetahuan antar tokoh-tokoh yang terlibat. (wy)