Seminar
internasional ‘Menelusuri Jejak Yu Dafu di Sumatera Barat’, Senin (2/9) di aula
Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat Jl. Samudra Padang. (ist)
PADANG, ANALISAKINI.ID--Tidak dapat
dipungkiri, Yu Dafu telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan Tionghoa di
Sumatera Barat, terutama di Payakumbuh selama pendudukan militer Jepang. Keterbatasan sumber dokumen tentang jejak
kehidupan Yu Dafu di Sumatera Barat dapat ditelusuri melalui studi sejarah
lisan, sebagai upaya mengungkap asumsi yang simpang siur mengenai tokoh ini.
Konstruksi
sejarah kehidupan Yu Dafu di Sumatera Barat akan memperkanya historigrafi
sejarah Tionghoa Indonesia dan berdampak positif terhadap hubungan bilateral
Tiongkok dengan Indonesia, khususnya Sumatera Barat.
Demikian
diungkapkan Dosen Sejarah Universitas Negeri Padang Dr. Erniwati, S.S., M.Hum
pada seminar internasional Menelusuri Jejak Yu Dafu di Sumatera Barat, Senin
(2/9) di aula Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat jalan Samudra Padang.
Seminar
dibuka Gubernur Sumatera Barat diwakili Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Jefrinal
Arifin.
Menurut
Erniwati, sejak Mei 1943, Yu Dafu
menetap di Payakumbuh dengan nama samaran Zhao Lian. Yu Dafu membuka pabrik
penyulingan arak beras Zhaoy pada 1 September 1942 untuk menyamarkan
identitasnya. Dalam waktu singkat bisnis minuman arak dari beras meningkat
pesat dengan merek “First Love” dan “Taibai” laku keras. Zhao Lian mulai
dicurigai sebagai Yu Dafu sejak tahun 1944 ketika seorang agen Tionghoa di
Singapura bernama Hong Genpei ditugaskan di Bukittinggi. Hong Genpei berhasil mengidentifikasi “Zhao Lian” sebagai
Yu Dafu dan menuduh Yu Dafu menjadi mata-mata.
"Sejak
itu Yu Dafu diawasi secara ketat. Pada
malam 29 Agustus 1945, ketika Yu Dafu berdiskusi dengan beberapa pengusaha
perkebunan Tionghoa, seorang pemuda yang tidak diketahui identitasnya meminta
Yu Dafu pergi bersamanya untuk suatu
urusan. Orang mengira ia pergi sebentar, tetapi ternyata itulah kali terakhir
mereka melihat Yu Dafu. Asumsi yang berkembang Yu Dafu dibunuh oleh Kempetai
(tentara Jepang) karena ia mengetahui banyak informasi sensitif tentang
kekejaman militer Jepang. Asumsi lain adalah Yu Dafu dibunuh karena dicurigai
sebagai mata-mata Jepang,” kata Erniwati lagi.
Guru
Besar Sejarah Universitas Andalas Padang Prof. Gusti Asnan menyebutkan, kisah
hidup Yu Dafu dan pengalaman orang Tionghoa pada masa Jepang jelas akan
menambah informasi bagi sejarah Sumatera Barat khususnya dan Indonesia umumnya.
Sudah saatnya dilakukan pengkajian sejarah tentang keberadaan dan peran sejarah
orang Tionghoa, yang termasuk ke dalam kelompok ‘orang pinggiran’ dalam sejarah
Sumatera Barat ini.
"Ketika
Jepang mengetahui identitasnya, Yu Dafu atau Choulion segera dihabisi. Dia
dihabisi setelah Jepang kalah. Pengalaman Yu Dafu juga dialami oleh sejumlah
orang Tionghoa lainnya di Sumbar. Di beberapa daerah ada penyerangan atau
pembunuhan terhadap orang Tionghoa," kata Gusti Asnan.
Tampil
juga pembicara lainnya, mantan Rektor Tarumanegara Prof. Roesdiman Soegiarso,
Toako HBT Andreas Sofiandi, Hendri Fauzan, M.Si mewakili Kepala Dinas
Pariwisata Sumatera Barat dan sejumlah pembicara lainnya dari Tiongkok dan
Malaysia.
Pada
pembukaan seminar turut memberikan sambutan Konsul Jenderal RRT di Medan Mr.
Zhang Min, Ketua DPD Satupena Sumbar Sastri Bakry, anak Yu Dafu, Yu Meilan,
Ketua DMDI Prof. Yusuf Liu.
Sedangkan
moderator dalam seminar ini Sekretaris Satupena Sumbar Armaidi Tanjung dan
Charlie Gunawan dari HBT. Dibantu translator Tasnim Liu, Malaysia , Yuen Man,
Universal Univ Batam dan Rika dari Konsul Jenderal Medan.
Ketua
DPD Satu Pena Sumbar Sastri Bakry menyebutkan, Satupena Sumbar sengaja
menggelar seminar internasional Menelusuri Jejak Yu Dafu ini karena tokoh
penulis terkenal di Tiongkok adalah seorang
Pahlawan besar Tiongkok. Karyanya dianggap sebagai membawa sastra modern
abad 19. Sedangkan jejaknya ada di Sumatera Barat, walaupun hingga kini masih
belum banyak yang bisa dilacak.
"Mudah-mudahan
dengan seminar ini makin banyak yang bisa diungkapkan tentang Yu Dafu. Apalagi
dari seminar ini ada keinginan membangun museum Yu Dafu di Sumatera Barat, dan
sponsor juga ada alhamdulillah. Seminar tidak hanya kata- kata tetapi juga ada
eksekusi di bidang pariwisata, cagar budaya, ekonomi dan pendidikan" kata
Sastri Bakry usai seminar didampingi Sekretaris Satupena Sumbar Armaidi
Tanjung. (n/rel)